|
|
Kaspos 20 Edisi Pebruari 1999 KASPOsideline
Wiji Munggah Kaji, Allahumma Labbaik...! Kisah ini aku dengar dari seorang teman. Dan katanya, kisah ini sempat diprofilkan di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia beberapa bulan atau beberapa tahun yang lewat. Entah kenapa, aku yang biasanya hobi methenthengi tipi bisa melewatkannya. Sebutlah nama Pak Soleh. Ia hanyalah seorang tukang sol sepatu yang dengan dua kotak kecil berisi bekakas berkeliling dari kampung ke kampung menawarkan jasanya. Hari demi hari. Aku tak ingat benar bagaimana temanku menceritakan keadaan yang sebenarnya. Apakah Pak Soleh punya istri dan juga anak? Rumahnya di mana seandainya ia punya rumah? Juga beberapa detil yang lain yang seharusnya bisa lebih menjelaskan keadaan sebenarnya. Lupakan. Yang jelas, Pak Soleh boleh kita bayangkan sebagai sosok wakil dari tukang sol sepatu kebanyakan. Yang sering atau kadangkala lewat di depan rumah kita dengan napas tersengal dan punggung berkeringat. Yang dengan ringan meneriakkan "Sol sepatu" di setiap pintu. Siapa tahu kita yang saat itu sedang asyik ndelok tipi teringat pada sepatu kita yang rusak solnya atau mangap di ujungnya. Boleh jadi dari akumulasi teringatnya kita pada sepatu rusak yang sayang kalau dibuang itulah Pak Soleh dan kawan-kawannya mengais rupiah demi rupiah. Hanya bagi orang-orang yang meyakini bahwa rezeki harus dicari dan bahwa Tuhan akan selalu memberikan rezeki kepada hamba-Nya yang mengusahakan dari jalan mana saja sepanjang itu benar, pekerjaan seperti ini menjadi pilihan. Satu hal yang membuat kita terperangah, tercengang, dan mungkin terkagum disertai dengan rasa hormat yang tinggi adalah ketika diceritakan bahwa Pak Soleh punya 'cita- cita' untuk dapat menunaikan ibadah haji suatu hari nanti. Memang benar semua orang (Islam) punya dambaan seperti itu. Semua orang ingin menyempurnakan rukun Islamnya. Tapi hanya sedikit sekali yang seperti Pak Soleh. Yang memandang cita-cita sebagai sesuatu yang harus diniati dan diusahakan dengan nyata. Bukan sekedar impian kosong. Lihatlah apa yang diperbuat Pak Soleh. Ia tidak mengikuti kuis atau sayembara yang menjanjikan hadiah utama ONH gratis, atau sesekali mencoba peruntungan di nomor buntut, atau berharap-harap ada pejabat pemerintah yang tiba-tiba memberikan jatah naik haji cuma-cuma padanya. Tetapi, ia sisihkan sebagian dari rupiah yang ia peroleh setiap harinya untuk ditabung. Kalau kerjanya cuma nambal sepatu, berapa sih yang bisa ia tabung? Pak Soleh tidak perduli. ONH yang tiap tahun naik tidak juga membuat niatnya patah. Mungkin Pak Soleh selalu berkeyakinan, kalau Tuhan mengizinkan dan meridhoi, suatu saat nanti tabungan itu akan cukup. Di benak kita yang terbiasa dengan hitung-hitungan rasional, jika seorang tukang sol sepatu mendapatkan penghasilan rata-rata Rp6000 per hari itu sudah patut disyukuri. Jika aku jadi tukang sol sepatunya, entah harus mider ke mana aku untuk mendapatkan uang sejumlah itu. Mungkin aku sudah putus asa sebelum ke luar dari rumah. Dan apabila paling banyak sepertiga dari jumlah tersebut berhasil disisihkan Pak Soleh, tidak bisa dikatakan Pak Soleh dan keluarganya bisa makan dengan kenyang. Dengan ONH saat itu yang, katakan, Rp7.5 juta, paling cepat 10 tahun kemudian Pak Soleh baru berani mendaftarkan dirinya sebagai calhaj. Itu kalau ONH-nya nggak naik, itu kalau rezeki Pak Soleh selalu lancar. Dan itu kalau-itu kalau yang lain yang membuat peluang naik hajinya Pak Soleh makin meredup. Singkat cerita, entah beberapa tahun, 10 tahun atau sangat mungkin lebih, setelah Pak Soleh mulai menabung, jumlah yang dibutuhkan hampir kesampaian. "Ya Gusti, jika Engkau memang mengizinkan, tidak lama lagi aku akan memenuhi panggilan-Mu untuk berhaji," demikian mungkin gumam Pak Soleh setiap memasukkan seribu atau duaribu rupiah hasil kerjanya ke bawah kasur. Tapi agaknya Tuhan Yang Maha Bijak berkehendak lain. Di saat-saat terakhir Pak Soleh mengambil keputusan, tersiar kabar salah seorang tetangganya yang sudah beberapa hari sakit harus segera dirawat dan mungkin harus dioperasi di rumah sakit demi keselamatan jiwanya. Semua orang tahu, biaya untuk itu tidak cukup dalam hitungan puluhan atau ratusan ribu. Dan semua orang tidak tahu, dari mana si tetangga yang sakit ini akan mendapatkan uang sebanyak itu. Malamnya, menjenguklah Pak Soleh ke rumah tetangganya yang sakit itu. Ia katakan
bahwa besok pagi harus segera dirawat di rumah sakit. Keesokan harinya, setelah ikut mengantarkan tetangganya ke rumah sakit, kembali Pak Soleh menekuni kerja kesehariannya. Memikul kotak sepatu menelusuri gang-gang sempit dari kampung ke kampung. Langkahnya tetap ringan. Tidak ada rasa menyesal sedikit pun. Gusti Allah belum mengizinkan, ada yang lebih memerlukan uang itu, demikian Pak Soleh selalu memperteguh keyakinannya. Beberapa bulan setelah musim haji berlalu, di sebuah jalan kampung entah di mana,
Pak Soleh yang sedang mider tiba-tiba dikejutkan oleh seseorang yang menyapanya. Pak Soleh yang terkaget bertambah bengong ketika orang 'asing' tersebut langsung memeluknya dengan hangat. "Panjenengan ini siapa?" "Waduh Pak Soleh sudah lupa. Saya ini Pak Syukri. Kita kan sering ketemu di Mekkah dan Madinah saat hajian kemarin. Malah thawaf-nya kita sama-sama." Deg! Tuhan Maha Bijak. Dengan 'tangan'-Nya sendiri, Ia hajikan Pak Soleh. Pak Soleh boleh tidak percaya dan menganggap Pak Syukri -orang yang belum pernah dikenalnya itu, sedang salah menegur orang. Tapi bagi sebagian orang yang paham atas kekuasaan Tuhan, kejadian yang menimpa Pak Soleh dan Pak Syukri benar adanya. Akan halnya dengan Pak Soleh, ia telah melakukan suatu ibadah tingkat tinggi. Kisah yang mungkin di beberapa tempat bergeser dari bingkai aselinya ini aku 'persembahkan' untuk Fauzzy Anang Yuwono alias Wiji, sohib kita yang tahun ini akan menunaikan ibadah haji. Wiji pastilah lebih 'beruntung' dari Pak Soleh. Ia tak perlu bersusah-susah dan berlama-lama nglumpukno bondho untuk bisa berhaji. Hotel Dar Al-Iman tempatnya bekerja di Madinah memberikan hajj leaving selama 10 hari di musim haji tahun ini. Semoga ia menjadi haji mabrur. Allahumma labbaik!
[ AwaKASPO |
Dari Redaksi |
KASPOpini |
PojoKASPO |
KASPOsiana |
KASPOstory |
KASPOkro |
Kaspos Online |