Halaman Depan

AwaKASPO Dari Redaksi KASPOpini PojoKASPO KASPOsiana KASPOstory KASPOkro KASPOsideline

SwaraKASPO DowoUmure WartaKASPO

KASPOS Edisi Lama
   
Kaspos 20 Edisi Pebruari 1999


PojoKASPO

Fotone Toni Toni Bakhtiar

Malunya MEREKA

Catatan redaksi: Tulisan ini telah mengalami up-dating seperlunya untuk mengikuti perkembangan yang telah terjadi di Keluarga Kaspo, karena tulisan ini ditulis bulan Ramadhan lalu. Juga telah dilakukan editing sesuai kode etik perkaspoan-red.

Entah kenapa tulisan ini ingin aku awali dengan Rustomo. Teman kita asal Bejagung itu. Apa dia sedang 'ngrasani' aku ya? Atau dia sedang kangen sama aku? Aku sendiri sih selalu kangen dengan teman-temanku, apalagi yang lama tidak bertemu.

Satu hal yang aku kagumi dari diri Rustomo adalah keberaniannya. Bukan keberaniannya tidur di kelas, walhatta Nasrukan dengan seriusnya sedang menjelaskan bahwa sinus kuadrat ditambah cosinus kuadrat itu samadengan satu. Yang aku kagumi dan menaruh respek yang besar padanya adalah keberaniannya untuk menikah segera setelah lulus SMA. Bukan keputusan yang mudah diambil. Tidak semua anak muda punya cukup keberanian untuk mengambil keputusan tersebut. Tidak juga Pak Nasrukan. Ceklah, umur berapa Pak Nasrukan menikah? Aku yakin tidak sesegera Rustomo.

Keputusan Rustomo yang fenomenal ini baru berani diikuti beberapa tahun kemudian oleh Nanung, BEC, Erief, Wiwik, Toni, dan terakhir-terakhir Arief, Nico, Masjidan, Nanang dan Amarta. Kini mereka mafhum, benar adanya apa yang diputuskan Rustomo itu. Meski menikah dengan alasan yang berbeda, setidaknya kini mereka sepakat mengatakan bahwa menikah itu penting. Bukan pacaran itu penting. Meski untuk menikah biasanya diawali dengan pacaran. Menikah adalah tujuan pacaran. Banyak hal baru akan kita jumpai justru setelah kita menikah. Dengan menikah kita mampu menjalani dan menyikapi hidup dengan bijak.

Ada hal menarik untuk dianalisis tentang dalil DM dan MD (dinikahi-menikahi, menikahi-dinikahi) di Keluarga Kaspo. Dari sudut siapa yang menikah, tahulah kita siapa Nanung, BEC, Erief, Wiwik, Toni, Arief, Nico, Masjidan, Nanang dan Amarta. Mereka tidak pernah direkomendasikan untuk menikah secepat itu. Erief, Toni, dan Nico selalu masuk golongan bocah cilik yang selalu ada di barisan belakang gerak jalan, yang jangankan menikah, mimpi punya pacar saja sudah prestasi yang bagus (lha N-Pass mbok anggep opo Ton?-red.). Lha kok berani-beraninya mereka nglangkahi MEREKA yang dianggap kangane. Siapa sangka pula Arief, Masjidan, Nanang dan Amarta menikah dan akan menikah 'lebih cepat' dari yang MEREKA perkirakan. Keempat orang ini punya catatan yang bersih tentang pacaran. Dalam masalah harim, mereka tergolong bocah meneng. Tak pernah sekali pun kita mendengar mereka berdiskusi seru tentang harim, atau melihat mereka bersliweran membonceng harim dengan maksud mlete. Mereka juga tak cukup tatag dan berani beradu argumen masalah perhariman. Mereka lebih asyik dan intens membicarakan kimia, fisika, matematika, atau sekedar ngobrol tentang sepakbola Seri A Liga Itali. Lain sekali dengan MEREKA. MEREKA terkenal sebagai pengagum sekaligus pemburu harim nomor wahid. Kalau Ente sekedar ingin tahu biodata harim zen di Tuban, datanglah ke MEREKA. MEREKA juga tahu betul di pojok Tuban sebelah mana dan dari gang berapa akan muncul bibit harim zen. Agenda mereka penuh dengan acara kunjungan dari rumah harim satu ke harim lainnya. Semua diskusi MEREKA, meski biasanya diawali dengan hal ilmiah, pastilah berujung ke masalah harim atau setidaknya menjadikan harim sebagai salah satu poin rekomendasi. MEREKA jugalah yang dengan bangga bersliweran nggoncekno harim. Meski dari Kingking ingin ke Sambong, MEREKA rela untuk berjauh-jauh muter lewat Sukolilo dan sesekali pura-pura kesasar hanya untuk sekedar bergaya di depan temannya yang memang suka cangkruk di Sukolilo. Bahkan di kali lain, MEREKA saling bersitegang untuk menentukan siapa yang paling berhak atas seorang harim. Macem-macem pokoke. Aku salut atas nyali besar mereka.

Dari segi prestasi dan prestise, MEREKA layak diberi kesempatan menikah lebih dulu daripada mereka. MEREKA lebih punya modal dan pengalaman dibanding mereka. Tapi zaman agaknya sudah tidak lazim. Di saat BEC mendahului menikah MEREKA hanya hanya bilang, "Wajar BEC yuwaz, wong pacarane wis suwe." Dan ketika Nanung pamit untuk mengakhiri masa sendirinya, mereka cuma merasa kehilangan seorang 'harim' yang biasa didolani. Masih banyak harim yang lain. Tetapi ketika Erief, Toni, dan Nico memutuskan yuwaz, harusnya tidak ada lagi alasan bagi MEREKA untuk berkelit. Tidak ada manfaatnya lagi mempertahankan status quo. Masa SMA dan masa kuliah sudah cukup panjang untuk digunakan bermain-main dengan status quo. Sudah banyak prestasi yang MEREKA ukir dalam masa itu. Sebutlah, berhasil 'menggondol' harim yang dulu gagal 'digondol' konco dewe. Atau berhasil 'menyabet' harim yang ternyata adike konco dewe. Atau yang lain lagi, berhasil 'memenangkan' harim yang dulu 'mengalahkan'nya. Prestasi ganjil adalah baru mengklaim berhasil punya harim setelah lulus perguruan tinggi, meski itu tonggo dewe. Nggak pa-pa, harim nggak harus dari jauh.

Ada kebanggaan di balik semua itu. Ada juga pelajaran. Ketika modal yang dipersyaratkan sudah ada, kita harus berani menggapai lebih dari sekedar kebanggaan. Itu adalah hidup yang sebenarnya.

Di bulan puasa ini, dosa rasanya membicarakan MEREKA tanpa pernah menyebut siapa MEREKA. Jenenge ngrasani uwong. Tapi ngrasani di depan MEREKA sendiri tentulah tidak bisa disebut ngrasani. Saling menasihati mungkin bisa diterima.

MEREKA adalah Dony, Godar, Mbah Amin, Rudy Kemul, dan Sepeh, serta 'mereka' yang merasa mirip dengan MEREKA.

Hanya satu nasihat bagi MEREKA: segera akhiri masa kesendirian Anda. Atau paling tidak, tunjukkan Anda sedang mengarah ke sana.

Delft, Ramadhan 1419 H





[ AwaKASPO | Dari Redaksi | KASPOpini | PojoKASPO | KASPOsiana | KASPOstory | KASPOkro |

KASPOsideline | SuratEnte | DowoUmure | WartaKASPO | Halaman Depan ]



Odol Muncrat
Kaspos Online Copyright � 1999-2000